Apabila Pacaran Menjadi Kebutuhan

Apabila Pacaran Menjadi Kebutuhan
Masih ingat di malam itu saat aku mengantarkan istri dan anakku berbelanja. Aku sengaja menunggu mereka di depan toko tempat biasa kami berbelanja. Waktu itu selepas Isya' dan musim penghujan. Jadi suasananya lumayan sepi tidak seperti biasanya.

Tidak lama berselang ada satu sepeda motor yang dikendarai oleh dua anak Abg cewek melintas di jalan depan toko. Dalam hatiku berbisik " Mau ke mana ya mereka berdua malam-malam begini". Beberapa detik kemudian ada sepeda motor melintas lagi. Kali ini ini yang lewat adalah dua cowok yang berboncengan. "Mungkin mereka mau kewarung untuk ngopi" pikirku dalam hati.

Setelah istriku selesai belanja, kami langsung cabut untuk pulang, karena memang sudah malam dan takut keburu hujan yang kadang datang gak pakai permisi dulu. Tidak baik kan kalau membawa anak kecil malam-malam dan kehujanan.
Di tengah perjalanan yang gelap aku sedikit menginjak rem motor karena didepan ada dua sepeda motor di pinggir jalan. Dengan perlahan aku melintasinya. Eh ... ternyata mereka adalah dua motor yang baru saja kulihat melintas di depan toko tadi. Sepertinya mereka berEmpat sedang asyik dengan obrolannya. Dengan perlahan aku tetap melanjutkan perjalanan pulang.
Tidak beberapa lama, kami di salip oleh dua sepeda motor. Eh ... ternyata dua motor yang tadi. Tetapi sekarang pasangannya berbeda. Sekarang satu motor di kendarai oleh satu cowok dan membonceng satu cewek. Ternyata mereka pada oper penumpang menjadi saling berpasangan.
Pertanyaan da;lam hati "Mau kemana ya mereka?".  #BukanUrusanSaya

Dari pengalamanku yang satu ini, bisa dibayangkan bagaimana lemahnya moral dan mental generasi sekarang. Khususnya para Abg cewek, keluar malam dengan tujuan yang tidak jelas seperti sudah biasa dan menjadi kebiasaan. Apakah orang tuanya sama sekali tidak memperhatikan kehidupan si anak sehingga kebebasan seperti itu begitu mudah didapatkannya. Dan pada akhirnya perilaku anak menjadi sangat bebas dan liar tanpa ada pengawasan.

Pergeseran perilaku dan gaya hidup abg sekarang sungguh sudah sangat memprihatinkan. Pacaran tidak lagi suatu yang membuatnya  malu, tetapi sudah bergeser ke arah yang menyimpang. Karena pacaran adalah sebuah kebutuhan. Karena itu adalah suatu kebutuhan maka bisa dikatakan sebagai sebuah keharusan. Dalam gaya hidupnya mereka butuh pacaran dan harus mempunyai pacar.

Yang lebih memprihatinkan lagi kalau kebutuhan pacaran menjadi hal yang sangat mendesak karena perasaan malu pada teman-temannya atas menjomblonya dia. Sebagai jalan pintasnya mereka mengambil langkah sembarangan untuk mendapatkan pacar. Memilih pacar dengan tanpa pertinbangan. Dalam hatinya yang penting punya pacar, entah siapa dia, bagaimana dia, nanti akhirnya akan seperti apa, semua itu tidak terpikirkan sama sekali. Yang dipikirkan hanya pokoke punya pacar dan terlihat gaul.
Kalau sudah begini, bisa dikatakan suram dah masa depannya. Hatinya mudah dipermainkan, dilecehkan, dan pada akhirnya terbuang seperti sampah yang tidak berguna.

Kembali pada ceritaku di atas 
Pertanyaannya, Kemana dua pasang abg itu pergi?
Mungkin ke warung atau depot bakso, mie ayam untuk makan malam. (Bisa jadi)
Mungkin mencari tempat yang asyuk untuk pacaran misalnya saja di Alun-Alun atau tempat keramaian lainnya. (Bisa juga gegitu)
Tapi bisa  jadi mereka mencari tempat yang sepi dan aman serta nyaman untuk pacaran. Masing masing pasangan agak sedikit berjauhan biar lebih asyik ngobrolnya. (Bisa juga seperti itu Pacaran Berjama'ah)
Atau mereka sengaja mencari tempat yang sepi dan aman serta nyaman untuk  berbuat mesum. (sudah banyak di jumpai hal seperti itu)

Terus
Dimana tanggung jawab mereka sebagai orang tuanya yang berkewajiban mendidik dan membimbing anak agar berguna bagi Nusa, Bangsa dan Agama seperti yang diharapkannya.
Atau mereka memang sudah cuci tangan atas kebejatan anak anaknya.

Para orang tua sekarang sudah banyak yang melupakan bahwasanya kesalahan dan dosa pada anak adalah aib bagi mereka. Atau memang para ortu mereka juga sibuk sendiri dengan aibnya masing-masing.

Naudubilahimindzalik.

Sundul

Artikel Terkait



Comments
0 Comments

0 komentar: